Jumat, 13 Maret 2009

Relevansi Akhlak dalam Kehidupan Modern

Oleh: iful
Abstraksi
Dizaman modern ini, berjalan beriringan dengan semaraknya globalisasi dan kapitalisme global, ketimpangan sosial pun semakin kentara. Kemodernan yang menuntut rasa individualitas, yang akhirnya menyebabkan rasa acuh pada problem-problem sosial . Hal ini, menyebabkan adanya kecemburuan sosial yang berimplikasi pada tindakan kriminal. Dan tidak hanya itu saja yang menjadikan orang untuk melakukan tindak kriminal. Dilihat melalui kacamata akhlak Islam, tindakkan kriminalitas ialah tindakan yang timbul karena adanya penyakit jiwa pada diri manusia, penyakit yang seperti apakah itu?
Memang terlihat aneh dan lucu, ketika dua hal yang memiliki epistemologi yang berbeda—sisi yang berbeda adalah ketika kita berbicara modern yang cenderung menggunakan rasional dan fakta empiris dengan akhlak Islam di mana di dalamnya berbicara tentang jiwa manusia (bersifat metafisik) yang dipadukan dengan sumber-sumber otoritatif islam, yakni al-quran dan sunah—mencoba disatukan. Dalam tulisan ini, saya mencoba membangun argumentasi tentang relevansi akhlak Islam dalam kehidupan modern.

Apa Itu Modern?
Sering sekali kita dengar Istilah modern? Namun, tidak banyak yang mengerti apa itu maksud dari modern. Belakangan ini, term modern terus berkembang seperti; wanita modern, busana modern, kerudung modern, gaya modern, filsafat modern hingga sampai pada postmodern. Kecenderungan manusia yang mulai menggunakan rasional, sering dijadikan identifikasi bahwa itulah awal mula adanya term yang disebut dengan "modern". Dalam beberapa forum diskusi, sering digunakan pula definisi dari modern adalah sebuah pola hidup yang cenderung dengan materealisme dan rasionalisme yang cenderung menolak hal yang metafisis. Dan ada pula yang mendefinikan bahwa kehidupan modern adalah kehidupan sekarang ini atau hal yang berkaitan dengan hal kontemporer yang berlawanan dengan kuno. Saya lebih setuju dengan definisi yang pertama, karena secara historis kita bisa lihat lahirnya sebuah term "modern" ini, muncul sekitar enam belasan yang tandai munculnya adalah pencerahan eropa yang dikenal dengan aufklarung, yang ditandai dengan lahirnya aliran rasionalisme dan empirisme, yang kemudian melahirkan filsafat Modern.
Idealisme filsafat modern seolah muncul untuk menggugat doktrin gereja yang membelenggu eksistensi manusia. Pada masa itulah mulai muncul penemuan-penemuan yang bisa dikatakan baru, seperti Isaac Newton, Charles Darwin, dan Albert Einstein yang meruntuhkan paradigma gereja konservatif. Akibatnya, dogma-dagma agama (Kristen) mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat dan mereka mulai tidak percaya dengan agama yang bersifat abstrak dan penuh dengan dogma-dogma. Pascakrisis kepercayaan terhadap gereja, muncul beberapa filosof dari mahzab rasionalisme dan empirisme yang mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan, antara lain; Rene Descartes, Immanuel Kant, David Hume, Thomas Hobbes, John Locke, Hegel, dan sebagainya. Dari sinilah sejarah munculnya term "modern".
Kenapa tidak setuju dengan definisi yang kedua? Karena menurut saya pada definisi yang kedua terdapat ambiguitas tentang pengertian "modern", karena kalau kita melihat berdasar definisinya, berarti pada setiap masa pernah mengalami apa yang disebut dengan "modern", lalu apa yang disebut dengan kuno? dan berarti yang modern pun akan mengalami kuno. Karena menurut saya, definisi yang pertama lebih tepat dengan fenomena yang ada.
AKHLAK[1]
Begitu banyak term yang memiliki persamaan arti dengan term akhlak. Secara terminologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab, ia adalah bentuk jama’ dari Khulq yang berarti karakter dan sifat, apakah itu akhlak yang baik seperti pemberani, jujur, berjiwa sosial, dsb. Atau pun akhlak yang buruk seperti pembohong, pengecut, pemalu, dsb.[2] Mengenai definisi ilmu akhlak sendiri, dari sekian banyak definisi tentang ilmu akhlak saya lebih setuju dengan definisi yang dipakai Julian Bagini dalam buku the key of philosophy, karena definisi ini lebih mengena pada akar kata akhlak tadi yang telah saya sebut di atas, bahwa ilmu akhlak atau akhlak adalah sebuah disiplin ilmu yang mengkaji tentang should do or should not do berkenaan dengan perilaku manusia. Karena dalam definisi lain ada yang menyatakan bahwa akhlak adalah pengetahuan tentang tradisi, adat istiadat dan sifat-sifat manusiawi., definisi ini diargumentasikan dengan merujuk bahasa inggris pada ethic dan moralilty yang digunakan untuk mewakili kata akhlak, kata ethic berakarkata dari bahasa Yunani ethos yang berarti karakter. Ada pun kata morality berakarkata dari bahasa Latin, Mores, yang berarti adat dan tradisi[3]. Saya melihat definisi kuranglah tepat, karena pengertian yang demikian menjadi bagian yang masuk dalam kajian ilmu akhlak bukan mewakili secara universal apa itu ilmu akhlak sendiri, dan pengertian ini hanyalah mewakili bagian partikular dari ilmu akhlak mengenai egoisme psikologis dan egoisme etis.
Sejauh penelitian para ahli bahasa Arab, kata khulq seakar kata dengan kata khalq, walaupun dia memiliki sisi yang berbeda, ketika menggunakan kata khulq, tendensinya adalah karakter (yang bersifat batiniah)pada manusia, sedangkan kata khalq, tendesinya lebih bersifat fisikal (yang bersifat lahiriah) pada manusia.[4]
Sebagai sebuah istilah yang sering dipakai, akhlak digunakan secara beragam oleh para ulama akhlak dan para pemikir, sehingga memiliki arti yang berbeda-beda. Beberapa arti dari istilah akhlak adalah sebagai berikut;
 Arti akhlak secara umum yang sering digunakan para ulama akhlak muslim adalah sifat-sifat yang melekat pada jiwa manusia[5]
 Sebagian ulama akhlak Islam mendefinisikan akhlak dengan; sifat batin yang menyebabkan kemunculan tindakan-tindakan yang baik atau buruk, apakah itu terpatri kuat atau tidak pada jiwa manusia, ataukah perlu pertimbangan pikiran.
 Ada pula yang mendefinisikan bahwasannya kata akhlak hanya mewakili tindakkan yang baik, sedang yang buruk adalah ammoral.
Dari berbagai pendefinisiian akhlak menurut versi masing-masing yang berkepentingan dalam pendefinisian itu[6], maka dari itu, muncullah dua mahzab besar dalam filsafat moral yakni relativisme dan absolutisme yang kemudian mengalami penurunan ke dalam beberapa bagian egoisme, yang di dalamnya juga mengalami sebuah penurunan menjadi egoisme etis dan egoisme psikologi, utilitarianisme yang merupakan turunan dari absolutisme. Naraqi, membagi ilmu akhlak menjadi tiga tema besar.[7] Pertama, akhlak diskriptif (Ethics Descriptive) ialah studi tentang akhlak yang berlaku pada setiap kelompok atau masyarakat. Pada umumnya, akhlak deskriptif tidak membahas nilai benar atau salahnya sebuah tindakkan masyarakat, studi ini biasa dilakukan para ahli psikologi, sosiologi, maupun antropologi.[8] Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode empiris dan tekstual, tanpa penggunaan rasio di dalamnya.
Satu lagi yang ingin saya tambahkan dalam berbagai macam penyajian definisi maupun arti akhlak, bahwasannya dalam mahzab filsafat moral, aliran voluntarisme rasional, menganggap bahwa sebuah tindakan bisa dijustifikasi sebagai tindakan moral, jika di dalamnya terdapat kesadaran manusia dan dalam posisi bebas, bukannya terpaksa.[9] Pendapat ini seolah berbanding terbalik dengan pengertian sebagian ulama akhlak yang meyakini bahwa tindakan akhlak itu bersifat ekspresif tanpa ada campur tangan rasio di dalamnya. Lalu, apa itu akhlak Islam?
Dalam kajian yang lebih khusus ini—mengenai akhlak Islam__, saya terinspirasi setidaknya dengan pendefinisian umum mengenai filosof Muslim yang pernah saya baca, ialah para filosof Islam yang mengunakan sumber-sumber otoritatif Islam sebagai alat inspiratif dalam berfilsafatnya.[10] Maka akhlak Islam ialah sebuah disiplin ilmu yang berbicara tentang perilaku manusia, yang merujuk pada sumber otoritatif Islam yakni al-Quran dan sunah. Saya sendiri melihat akhlak Islam dalam konteks filsafat moral, bahwasannya akhlak Islam berada di posisi moderat antara dua mahzab besar dalam filsafat moral, yakni absolutisme dan relativisme. Karena disamping masih terdapat ego—mewakili mahzab filsafat moral, egoisme, yang merupakan turunan dari relativisme__yang melekat didalamnya juga terdapat nilai-nilai moral yang bersifat universal—yang mewakili mahzab filsafat moral absolutisme.
Problem Sosial Merupakan Efek dari Penyakit Jiwa.
Di dalam dunia modern sering kali kita temukan beberapa problem yang menurut saya ditimbulkan oleh kerusakan atau penyakit jiwa, antara lain; kriminalitas, egoisme, ghadab, kekerasan, dendam, sikap fanatik, riya', berggunjing, dsb. Penyakit-penyakit tersebut di atas merupakan merupakan penyakit yang biasa timbul dari pola hidup modern. Beranjak dari problem ketimpangan sosial yang merupakan aksident dari sifat egois, maka timbullah kriminalitas. Dari kriminalitas menimbulkan penyakit jiwa yakni ghadab dan berkembang menjadikan dendam, dan berlanjut pada .
Rasional yang selalu diagungkan dalam dunia modern ini, ternyata tidak bisa selamanya dijadikan sebagai patokan sebuah kebenaran. Karena, di dalam akal terdapat pelbagai bentuk kesesatan yang bisa menyebabkan kerusakan pada jiwa seseorang? Di manakah kerusakan itu? Akal yang selalu di agungkan ini memiliki kelamahan, antara lain;
1. kebodohan sederhana, kebeodohan sederhana ini timbul karena kesesatan berpikir manusia dalam menyusun proposisi-proposisi.
2. kebodohan majemuk, kebodohan ini maksudnya sangat jelas sekali karena kebodohan ini dikarenakan ketidak mauan belajar seseorang.
3. kebingungan dan keraguan.
4. godaan setan.
5. kebohongan dan penipuan.[11]
Lalu, dimanakah posisi akhlak islam dalam menjawab problem dalam masyarakat modern yang berakar pada ketimpangan sosial? Di dalam pembahasan akhlak, seperti yang tadi telah saya jelaskan di atas, mengkaji tentang karakter manusia. Karakter manusia ini, berada pada jiwa manusia. Ketika jiwa manusia sudah rusak[12], maka akan menimbulkan kesenjangan sosial, yang lebih disebabkan oleh egoisme yang menimbulkan rasa individualitas. Penyakit ini egoisme yang ditimbulkan oleh syahwat manusia, akan memancing lahirnya peyakit lainnya yang telah tadi saya sebut di atas. Dan dalam kajian akhlak Islam, ia mampu menjawab problem sosial tersebut di atas dengan memberi penangkar dari penyakit-penakit jiwa yang ada. Sehingga terdapat relevansi akhlak Islam terhadap kehidupan modern.
Sebagai seorang muslim, saya sependapat dengan tafsir Fazlur Rahman, sebagai pemikir muslim yang intens dalam kajian hermeneutik, dalam menjawab problem masyrakat dengan tafsirnya. Rahman membuat metode tafsir yang dikenal dengan gerakan-ganda hingga ia mengeluarkan statement;
“…semangat dasar dari al-Qur’an adalah semangat moral, dari mana ia menekankan monotheisme serta keadilan sosial. Hukum moral adalah abadi, ia adalah ‘perintah’ Allah. Manusia tak dapat membuat atau memusnahkan hukum moral: ia harus menyerahkan diri kepadanya. Penyerahan ini dinamakan Islam dan implementasinya dalam kehidupan disebut ibadah atau ‘pengabdian kepada Allah’. Karena penekanan al-Qur’an terhadap hukum morallah hingga Allah dalam al-Qur’an tampak bagi banyak orang terutama sebagai Tuhan keadilan. Tetapi hukum moral dan nilai-nilai spiritual, untuk bisa dilaksanakan haruslah diketahui."[13]

KESIMPULAN
Melihat fenomena-fenomena sosial yang tidak harmonis ini, pastilah ada sesuatu yang salah di dalamnya. Sebagai seorang muslim, ketimpangan sosial di sini lebih saya khususkan pada masyarakat muslim, yang jelas terdapat sistem sosial didalam al-Qur'an misalnya zakat dan shadaqah yang mencoba menyetarakan kehidupan sosial, karena dalam sebuah ayat al-Qur'an yang berbicara tentang, "di dalam harta/kekayaan kalian terdapat hak-hak anak yatim dan orang miskin." Ketimpangan-ketimpangan sosial yang ada, menurut yang tadi samapaikan di atas lebih disebabkan adanya kerusakan atau penyakit pada jiwa seseorang yang berimplikasi pada kehidupan sosial dizaman modern ini. Untuk mengatasinya, akhlak Islam mencoba menjawabnya dengan memberikan obat dari penyakit-penyakit jiwa yang ada pada zaman modern ini. Sehingga, jelas menurut saya, bahwasannya akhlak Islam dizaman modern dalam melihat ketimmpangan sosial yang ada, jadi dizaman modern ini masih diperlukan adanya ilmu akhlak guna mengatasi problem sosial.
Wallahu a'lam bi shawab.




________________________________________
[1] Pada dasarnnya antara term etika, filsafat moral, dan akhlak tidaklah berbeda, karena ini hanyalah perbedaan dalam sisi kebahasaan saja. Dan dalam penulisan ini saya menggunakan kata akhlak. Penggunaan kata akhlak ini lebih saya pilih daripada penggunaan kata etika yang berasal dari latin, karena rujukan Islam bersumber dari bahasa arab sendiri.
[2] Hans wehr. The dictionary of Arabic modern.
[3] Ethic and morality, dalam Encyclopedia of Ethics, vol. 1, hal. 329
[4] Taqi mishbah Yazdi, Falsafah ye Akhlaq. Al-huda: Jakarta. 2006, cet. 1. hlm, 1
[5] Ibid. hlm 1-2.
[6] Maksud saya, ketika seseorang mendefinisikan sesuatu itu demikian, maka ia berkepentingan pada definisi itu, atau memiliki pemahaman atau pandangan berikutnya dengan definisi yang dibuatnya.
[7] Muhammad Mahdi bin Abi Szar an-Naraqi, jami' as-saadat,terjemahan dalam bahasa Indonesia; Penghimpun kebahagiaan. Hal 1-9
[8] Dalam sebuah kajian metode pendekatan agama melalui psikologi, sosiologi, maupun antropologi, untuk mendapatkan hasil yang objektif terhadap sebuah objek yang dikaji, kita harus membuang asumsi-asumsi awal mengenai objek yang dikaji, sampai mencoba menghilangkan budaya yang dimiliki oleh pengkaji agar tidak ada justifikasi nilai baik buruk, sehingga tidak menimbulkan hasil yang subjektif. Dan tindakkan lebihlanjutnya, mencoba mencari benang merah atau kesamaan jika ada orang yang pernah melakukan kajian itu, sehingga tercipta hasil yang intra subjektif. Lihat, Ngabdullah Akrom dalam makalah presentasi ICAS-Jakarta dalam mata kuliah metodologi studi Islam I, Metode Pendekatan Agama Melalui Kajian Antropologi. 12 desember 2007, makalah tidak dipublikasikan.
[9] Komarudin hidayat, Etika dalam Kitab Suci dan Relevansinya dalam Kehidupan Modern Studi Kasus di Turki, dalam buku; Kontektualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, ed. By; Budhy Munawar-Rachman. Yayasan Paramadina: Jakarta. 2003.
[10] Lihat, Haidar bagir dalam Buku Saku Filsafat Islam. Mizan: Jakarta 2003. atau pun dalam buku Mulyadhi Kartanagara, Gerbang Kearifan.
[11] Naraqi, Jami' as-Saadat. hlm. 48
[12] Kerusakan di sini bahwasannya jiwa manusia bisa dirusakkan oleh tiga penyakit, setidaknya ada tiga macam jenis penyakti pada jiwa; penyakit dari akal, penyakit yang ditimbulkan dari ghadab, dan penyakit jiwa yang ditimbulkan syahwat atau yang lebih terkenal dalam bahasa Indonesia dengan nafsu.
[13] Rahman, Fazlur. Islam. Diterj. dari Islam (edisi Anchor Books, 1968; dan edisi The Chicago University Press [bab Epilogue], 1979) oleh Ahsin Muhammad. Bandung: Pustaka. 2003

TEORI KONSELING

I. Konseling Trait & Factor
(Wolter Bingham, John Darley, Donald G. Paterson, dan E. G. Williemson)
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system sifat atau factor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti kecakapan,minat,sikap,dan tempramen.
Proses konseling dibagi dalam lima tahap sebagai berikut :
1. Tahap Analisis
Tahap kegiatan yang terdiri pengumpulan informasi dan data mengenai klien.
2. Tahap Sintesis
Langkah merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat, kekuatan, kelemahan dan kemampuan penyesuaian diri klien.
3. Tahap Diagnosis
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan yang dapat mengarah kepada permasalahan, sebab-sebabnya, sifat-sifat klien yang relevan dan berpengruh pada penyesuaian diri. Diagnosis meliputi :
1. Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif misalnya dengan menggunakan kategori Bordin dan Pepinsky
Kategori diagnosis Bordin
a. dependence (ketergantungan)
b. lack of information (kurangnya informasi)
c. self conflict (konflik diri)
d. choice anxiety (kecemasan dalam membuat pilihan)
Kategori diagnosis Pepinsky
a. lack of assurance (kurang dukungan)
b. lack of information (kurang informasi)
c. dependence (ketergantungan)
d. self conflict (konlflik diri)
2. Menentukan sebab-sebab, mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh logika, oleh reaksi klien, oleh uji coba dari program kerja berdasarkan diagnosa sementara.
3. Prognosis yang sebenarnya terkandung didalam diagnosis misalnya diagnosisnya kurang cerdas pronosisnya menjadi kurang cerdas untuk pekerjaan sekolah yang sulit sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin belajar menjadi dokter. Kalau klien belum sanggup berbuat demikian, maka Konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab. Untuk dirinya sendiri, yang berarti dia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
4. Tahap Konseling
Merupakan hubungan membantu klien untuk menemukan sumber diri sendiri maupun sumber diluar dirinya, baik dilembaga, sekolah dan masyarakat dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuannya. Dalam kaitan ini ada lima jenis konseling adalah :
a. belajar terpimpin menuju pengertian diri
b. mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan individu sebagai alat untuk mencapai tujuan kepribadiannya dan penyesuaian hidupnya.
c. Bantuan pribadi dan Konselor, agar klien mengerti dan trampil dalam menggunakan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif.
e. Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran
5. Tahap Tindak Lanjut
Mencakup bantuan kepada klien dalam menghadapi maslaah baru dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konsleing. Teknik yang digunakan harus disesuaikan dengan individualitas klien.
Teknik Konseling
1. Pengunaan hungan intim (Rapport), Konselor harus menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam konseli.
2. Memperbaiki pemahaman diri, konseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatannya dalam upaya mengatasi kelemahannya. Penafsiran data dan diagnosis dilakukan bersama-sama dengan klien dan Konselor menunjukkan profil tes secara arif.
3. Pemberian nasehat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap Konselor dan kemudian menunjukkan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis. Penjelasan mengenai pemberian nasehat harus dipahami klien.
Tiga metode pemberian nasehat yang dapat digunakan oleh Konselor :
a. Nasehat langsung (direct advising), dimana Konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya.
b. Metode persuasif, dengna menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
c. Metode penjelasan, yang merupakan metode ynag paling dikehendaki dan memuaskan. Konselor secara hati-hati dan perlahan-lahan menjelaskan data diagnostic dan menunjukan kemungkinan situasi yang menuntut penggunaan potensi konseli.
d. Melaksanakan rencana, yaitu Konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan secara implementasinya.
4. menunjukkan kepada petugas lain (alih tangan) bila dirasa Konselor tidak dapat mengatasi masalah klien.
Kontribusi yang diberikan oleh teori Trait & Faktor
1. Teori sifat dan faktor menerapkan pendekatan ilmiah kepada konseli.
2. Penekanan pada penggunaan data tes obyektif, membawa kepad aupaya perbaikan dalam pengembangan dan penggunaannya, serta perbaikan dalam pengumpulan dan pengunaan data lingkungan.
3. Penekanan yang diberikan pada diagnosis mengandung makna sebagai suatu perhatian masalah dan sumbernya dan mengarah pada upaya mengkreasikan teknik-teknik untuk mengatasinya.
4. penekanan pada aspek kognitif merupakan upaya menseimbangkan pandangan lain yang lebih menekankan aspek afektik atau emosional.
II. Konseling Rational Emotive
(Albert Ellis) dikenal dengan Rational Emotive Therapy (R.E.T)
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E). teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umu dijelaskan dalam bagan sebagai berikut :

Komponen Proses
A Activity / action / agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawaliatau yang mengerakkan individu. (antecedent or activating event) External event
Kejadian diluar atau sekitar individu
iB
rB Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A)
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A) Self verbalization
Terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus mnenerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya
iC
rC Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A)
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari rB=keyakinan yang rasional Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A)
D Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (disputing) Validate or invalidate self-verbalization : yakni suatu proses self-verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
CE Cognitive Effect of Disputing,yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (dispating) dalam keyakinan-keyakinan irasional. Change self-verbalization, terjadinya perubahan dalam verbalisasi dari pada individu.
BE Behavioral Effect of Disputing yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas. Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu
Tujuan konseling Rasional-Emotif
1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self actualizationnya seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah. Konselor melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan, nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
Albert Ellis (1973) memberikan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan oleh praktisi rasional-emotive yaitu :
a. Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide irasional yang mendasari gangguan emosional dan perilaku.
b. Menantang klien dengan berbagai ide yang valid dan rasional.
c. Menunjukkan kepada klien azas ilogis dalam berpikirnya.
d. Menggunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan irasional (irrational beliefs) klien.
e. Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah inoperative dan bahkan hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada gangguan-gangguan behavioral dan emosional.
f. Menggunakan absurdity dan humaor untuk menantang irasionalitas pemikiran klien.
g. Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide irasional ini dapat ditempatkankembali dan disubtitusikan kepada ide-ide rasional yang harus secara empirik melatar belakangi kehidupannya.
h. Mengajarkan kepada klien bagaimana mengaplikasikan pendekatan-pendekatan ilmiah, obyektif dan logis dalam berpikir dan selanjutnya melatih diri klien untuk mengobservasi dan menghayati sendiri bahwaide-ide irasional dan deduksi-deduksi hanya kan membantu perkembangan perilaku dan perasaan-perasaan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.
III. Konseling Behavioral
(D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosfor , Bandura, Wolpe dll)
Konsep behavioral : perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkresi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
Thoresen (shertzer & Stone 1980, 188) memberikan ciri-ciri konseling behavioral sebagai berikut :
1. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari oleh sebab itu dapat diubah.
2. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan
3. Prinsip-prinsip belajar spesial seperti : “reinforcement” dan “social modeling” , dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4. Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
5. Prosedurprosedur konseling tidak statik, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didesain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
Proses konseling
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190) konsseling behavior merupakan suatu proses membantu orang untuk memecahkan masalah.interpersonal, emosional dan keputusan tertentu.
Urutan pemilihan dan penetapan tujuan dalan konseling yang digambarkan oleh Cormier and Cormier (Corey, 1986, 178) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara konselor dan klien sebagai berikut :
1. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan.
2. Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling.
3. Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4. Bersama-sama menjajaki apakah tujuan itu realistik.
5. Mendiskusikan kemungkinan manfaat tujuan.
6. Mendiskusikan kemungkinan kerugian tujuan.
7. Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut : untuk meneruskan konseling atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referal.
Metode yang dapat digunakan
1. Pendekatan operant learning hal yang penting adalah pengutan (reinfocement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
2. Metode Unitative Learning aau social modeling diterapkan oleh konselor dengna merancang suatu perilaku adaptif yang dpaat dijadikan model oleh klien.
3. Metode Cognitive Learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dan klien, dan bermain peranan.
4. Metode Emotional Learning, atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang mengalami suatu kecemasan.
IV. Konseling Psikoanalisa
(Sigmund Freud, Carl Jung, Otto Rank, William Reich, Karen Honey, Adler. Harry Stack Sullivan,dll)
Konsep Freud yang anti rasionalisme menekankan motivasi tidak sadar, konflik, dan simbolisme sebagai konsep primer. Manusia pada hakekatnya bersifat biologis, dilahirkan dengan dorongan-dorongan instingtif, dan perilaku merupakan fungsi mereaksi secara mendalan terhadap dorongan-dorongan itu. Manusia bersifat tidak rasional dan tidak sosial, dan destruktif terhadap dirinya dan orang lain. Energi psikis yang paling dasar disebut libido yang bersumber dari dorongan seksual yang terarah kepada pencapaian kesenangan.
Proses konseling
Tujuan konseling psikoanalitikadalah membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar dalam diri klien.
a. Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman masa lampau ditata, didiskusikan, dianalisa dan ditafsirkan dengan tujuan untuk merekonstruksi kepribadian.
b. Konseling analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
c. Tilikan dan pemahaman intelektual sangat penting, tetapi yang lebih adalah mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
d. Satu karakteristik konseling psikonalisa adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya kepada konselor. Proyeksi klien merupakan bahan terapi yang ditafsirkan dan dianalisia.
e. Konselor harus membangun hunbungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
f. Menata proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara sesungguhnya. Konselor mengajari klien memaknai proses ini sehingga klien memperoleh tilikan mengenai masalahnya.
g. Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses terapi dalam jangka panjang. Setiap pertemuan biasa berlangsung satu jam.
h. Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas. Yaitu klien mengatakan apa saja ynag terlintas dalam pikirannya.
Teknik-teknik terapi
1. Asosiasi bebas
2. Interpretasi
3. Analisis mimpi
4. Analisis Resistensi
5. Analisis transferensi (pemindahan)
V. Konseling Psikologi Individual
(Alfred Adler, Rudolph Dreikurs, Martin Son Tesgard, dan Donal Dinkmeyer)
Konstruk utama psikologi individual adalah bahwa perilaku manusia dipandang sebagai suatu kompensasi terhadap perasaan inferioritas (kurang harga diri). Istilah yang digunakan oleh Adler adalah “inferiority complex” untuk menggambarkan keadaan perasaan harga diri kurang yang selalu mendorong individu untuk melakukan kompensasi mencapai keunggulan. Perilaku merupakan suatu upaya untuk mencapai keseimbangan.
Kompleks rasa rendah diri (inferiority complex) menurut Adler berasal dari tiga sumber :
1. Kekurangan dalam hal fisik
2. Anak yang dimanja
3. Anak yang mendapat penolakan
Proses Konseling
Tujuan konseling menurut Adler adalah mengurangi intensitas perasaan rasa rendah diri (inferior), memperbaiki kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam persepsi, menetapkan tujuan hidup, mengembangkan kasih sayang terhadap orang lain, dan meningkatkan kegiatan.
Menurut Ansbacher & Anbacher (Shertzer & Stone, 1980, 204) ada tiga komponen pokok dalam proses konseling :
1. Memperoleh pemahaman gaya hidup klein yang spesifik, gejala dan masalahnya, melalui empati, intuisi dan penaksiran konselor. Dalam unsur ini konselor membentuk hipotesis mengenai gaya hidup dan situasi klien.
2. Proses menjelaskan kepada klien, dalam komponen ini hipotesis gaya hidup yang dikembangkan dalam komponen pertama harus ditafsirkan dan dikomunikasikan dengan klien sehingga dapat diterima. Psikologi individual menekankan pentingnya membantu klien untuk memperoleh tilikan terhadap kondisinya.
3. Proses memperkuat minat sosial, klien dengan menghadapkan mereka, secara seimbang, dan menunjukkan minat dan kepedulian mereka.
VI. Konseling Analisis Transaksional
(Eric Berne) pioner yang menerapkan analisa transaksional dalam psikoterapi.
Dalam terapi ini hubungan konselor dan klien dipandang sebgai suatu transaksional (interaksi, tindakan yang diambil, tanya jawab) dimana masing0masing partisipan berhubungan satu sama lain. Sebagai fungsi tujuan tertentu. Transaksi menurut Berne merupakan manivestasi hubungan sosial.
Berne membagi psikoterapi konvensional menjadi dua kelompok
1. Kelompok yangh melibatkan sugesti, dukungan kembali (reassurence), dan fungsi parental lain.
2. Kelompok yang melibatkan pendekatan rasional, dengan menggunakan konfrontasi dan interpretasi seperti terapi non direktif dan psiko analisa.
Proses Konseling
Tugas utama konselor yang menggunakan analisis transaksional adalah mengajar bahasa dan ide-ide sistem untuk mendiagnosa transaksi.
Konselor transaksional selalu aktif, menghindarkan keadaan diam yang terlalu lama, dan mempunyai tanggung jawab untuk memelihara perhatian pada transaksi.
Tujuan konseling adalah :
1. Membantu klien dalam memprogram pribadinya.
2. Klien dibantu untuk menjadi bebas dalam berbuat, bermain, dan menjadi orang mandiri dalam memilih apa yang mereka inginkan.
3. Klien dibantu mengkaji keputusan yang telah dibuat dan membuat keputusan baru atas dasar kesadaran.
4. Teknik-teknik daftar cek, analisis script atau kuisioner digunakan untuk mengenal keputusan yang telah dibuat sebelumnya.
5. Klien berpartisipasi aktif dalam diagnosis dan diajar untuk membuat tafsiran dan pertimbangan nilai sendiri.
6. Teknik konfrontasi juga dapat digunakan dalam analisis transaksional dan pengajuan pertanyaan merupakan pendeatan dasar.
7. untuk berlangsungnya konseling kontrak antara konselor dan klien sangat diperlukan.
VII. Konseling Client Centered (Berpusat Pada Klien)
(Carl R. Roger) menurut Roger Konseling dan Psikoterapi tidak mempunyai perbedaan.
Konseling yang berpusat pada klien sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang dapat diterapkan pada orang dewasa, remaja, dan anak-anak.
Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian,dan hakekat kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.
Proses konseling
1. Konseling memusatkan pada pengalaman individual.
2. konseling berupaya meminimalisir rasa diri terancam, dan memaksimalkan dan serta menopang eksplorasi diri. Perubahan perilaku datang melalui pemanfaatan potensi individu untuk menilai pengalamannya, membuatnya untuk memperjelas dan mendapat tilikan pearasaan yang mengarah pada pertumbuhan.
3. Melalui penerimaan terhadap klien, konselor membantu untuk menyatakan, mengkaji dan memadukan pengalaman-pengalaman sebelunya ke dalam konsep diri.
4. dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan menerima orang lain dan menjadi orang yang berkembang penuh.
5. Aawancara merupakan alat utama dalam konseling untuk menumbuhkan hubungan timbal balik.
Karakteristik konseling berpusat pada klien
1. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah.
2. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
3. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
4. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
5. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan dan pengalaman diri yang sesungguhnya.
6. Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
7. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif reflektif.
VIII. Konseling / Terapi Gestalt
(dikembangkan oleh Frederick S. Peris 1989-1970) terapi ini dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin yang sangat berbeda yaitu :
1. Psikoanalisis terutama yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih
2. Fenomenolohi eksistensialisme Eropa dan
3. Psikologi Gestalt
Peris menyatakan bahwa individu, dalam hal ini manusia, selalu aktif sebagai keseluruhan, merupakan koordinasi dari seluruh organ. Kesehatan merupakan keseimbangan yang layak. Pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis merupakan konsep dasar terapi Gestaslt.
Proses Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya.
Fokus utama dalam konseing Gestalt adalah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri (selft-support).
Konselor membuat klien menjadi kecewa sehingga klien dipaksa untuk menemukan caranya atau mengembangkan potensinya sendiri.
Konsep utama terapi Peris adalah
8. Unfinished business yang tercakup didalamnya adalah emisi-emosi, peristiwa-peristiwa, ingatan-ingatan (memories), yang terhambat dinyatakan oleh individu yang bersangkutan.
9. Avoidance atau penghindaran adalah segala cara yang digunakan oleh seseorang untuk melarikan diri dari Unfinished business. Bentuk-bentuk avoidance antara lain phobia, melarikan diri, mengganti terapist, mengubah pasangan.
Garis-garis besar terapi Gestalt
1. Fase pertama : membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien. Situasi mengandung komponen emosional dan intuitif.
2. Fase kedua : melaksanakan pengawasan , konselor berusaha meyakinkan atau memaksa klien mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan klien. Dua hal yang harus dilakukan :
· Menimbulkan motivasi pada klien.
· Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
3. Fase ketiga : klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau harapan-harapan masa datang.
4. Fase terakhir : setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya, perasaannya, maka terapi ada pada fase terakhir. Pada fase ini klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaan pada potensinya. Menyadari diriny, sadar dan bertanggung jawab atas sifat otonominya, perbuatannya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya.

TUJUH LANGKAH MENGEMBANGKAN PIKIRAN KRITIS

7 langkah mengembangkan pikiran kritis

Jika anda seorang pelajar atau mahasiswa, tentunya artikel kali ini sangat berguna bagi anda. Artikel kali ini merupakan lanjutan dari artikel tentang pembelajaran sebelumnya, strategi sukses di sekolah.
Dalam menjalani proses pembelajaran, baik di sekolah maupun di kampus, tentu anda menginginkan prestasi yang optimal. Penting untuk disadari bahwa guna mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal tentu faktor yang paling menentukan adalah pada proses belajar itu sendiri.
Banyak individu beranggapan bahwa proses belajar merupakan proses yang sederhana. Hanya dengan membaca materi pengajaran (buku/diktat/modul/kebetan ), memperhatikan dan mendengarkan penjelasan di kelas maka prestasi optimal pasti diraih. Sayangnya pada kenyataannya tidak demikian (kacian deh lu... ). Jika demikian kenyataannya maka tentunya akan banyak sekali individu yang berhasil dalam belajar. Jika demikian maka tidak akan ada bimbingan belajar yang mengedepankan hanya cara-cara ringkas dalam menyelesaikan soal. Dan memang kenyataannya tidak demikian. Banyak siswa/mahasiswa yang telah melakukan hal serupa namun prestasinya tetap kurang memuaskan. Strategi belajar pasif tidak akan pernah memberikan hasil pembelajaran yang diharapkan.
Tahukah anda bahwa guna meraih hasil optimal anda perlu melibatkan seluruh pemikiran aktif saat melakukan pembelajaran. Sayangnya banyak institusi pendidikan (baik sekolah, kampus apalagi bimbingan belajar) yang tidak mengembangkan hal ini. Bagi mereka belajar adalam proses dimana guru mengajar dan siswa menerima. Itu dan hanya itu saja. Wajar saja kemudian sekiranya kualitas pendidikan bangsa ini sedikit kurang dibandingkan negara lain di kawasan ini.
Belajar dan berpikir merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dapatkah anda membayangkan bagaimana proses pembelajaran yang tidak disertai dengan proses berpikir. Sayangnya masih banyak individu yang belajar seperti zombie. Dari luar sepertinya mereka belajar namun sebenarnya mereka tidak belajar. Proses belajar dapat dianalogikan sebagai keseluruhan perjalanan mencapai satu tujuan. Sementara berpikir merupakan proses perjalanan itu sendiri, kaki mana yang harus dilangkahkan dan ke arah mana anda perlu melangkahkannya. Selama proses perjalanan anda perlu memastikan bahwa setiap langkah koheren satu sama lain guna mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Karena untuk mencapai hasil optimal dalam pembelajaran dibutuhkan pemikiran aktif, dan berpikir secara aktif sama artinya dengan berpikir secara kritis, maka artinya proses pembelajaran optimal membutuhkan pemikiran kritis dari si pembelajar.
Mungkin seperti yang lainnya, kini anda bertanya: "Apa yang dimaksud dengan pemikiran secara kritis?" Pada bagian berikut saya menguraikan seluruh tahapan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan pemikiran kritis saat belajar. Harapannya setelah membaca artikel ini, anda tidak hanya melatihnya namun langsung menerapkan dan hanya menantikan hasil yang lebih optimal, segera atau beberapa saat setelahnya.
1. Tentukan hal yang ingin anda pelajari
Untuk dapat melibatkan pemikiran kritis saat belajar, sebelumnya anda perlu benar-benar mengetahui apa yang akan atau ingin anda pelajari. Hal ini sama seperti mengetahui tujuan pergi sebelum anda melangkahkan kaki ke luar rumah. Anda dapat melakukan hal ini dengan memberikan pernyataan seputar materi tersebut. Jika anda mudah lupa, tips dari saya, ikuti training/coaching Prima Memory atau siapkan selembar kertas di dekat anda dan tuliskan berbagai penyataan tujuan anda mempelajari materi tersebut. Anda dapat memberikan berbagai pernyataan sederhana seperti, "Saya penasaran cara kerja pikiran saat seseorang berada pada kondisi hypnosis" atau "Saya penasaran apa hubungan antara hypnosis dengan peningkatan daya ingat seseorang" Intinya semua pertanyaan yang anda tuliskan adalah pernyataan tujuan yang singkat dan sederhana.
2. Kumpulkan semua sumber informasi
Daftarkan semua sumber informasi berkenaan dengan materi yang ingin anda kuasai, setelahnya kumpulkan. Anda perlu membuka diri seluas-luasnya pada berbagai sumber informasi, mulai dari buku, makalah, artikel, berbagai sumber di internet, kliping, jurnal, koran, majalah, siaran radio, TV, penjelasan guru/dosen, wangsit, wasiat, dan yang lainnya . Hilangkan semua praduga anda mengenai materi yang ingin anda pelajari, karena praduga anda hanya akan membatasi proses pencarian berkenaan seputar materi tersebut. Semakin banyak sumber informasi yang anda dapatkan semakin baik.
Setelahnya anda perlu mencari pula berbagai contoh aplikasi dari hal yang anda telah pelajari. Tahapan ini sering kali dilewatkan oleh banyak individu. Akibatnya proses pembelajaran mereka kurang optimal karena membuat mereka seolah terpisah dengan materi yang sedang dipelajari. Mereka memahami materinya, namun mereka tidak mengetahui aplikasinya.
Berbagai contoh aplikasi yang anda temui di lapangan juga dapat membantu anda memfilter informasi mana yang perlu diterima dan informasi mana yang perlu ditolak. Ketika terdapat ketidak-sesuaian antara aplikasi di lapangan dan teori yang anda pelajari hal ini merupakan sinyal bagi anda untuk mulai bertanya ke dalam diri, "Haruskan saya terima informasi ini atau saya perlu membuangnya?" Melakukan hal ini akan semakin memperkuat pemahaman anda akan materi yang anda pelajari.
3. Tanyakan asumsi dasar penulis
Setiap individu memiliki pemahaman yang berbeda-beda atas suatu kondisi. Dan seperti yang telah saya ulas sebelumnya pada artikel resolusi konflik melalui modifikasi value, tidak ada satu pun dari pemahaman tersebut yang 100% akurat dengan kondisi yang sesungguhnya terjadi. Salah satu kondisi yang harus dalam berpikir kritis adalah anda perlu memiliki pendekatan seobjektif mungkin atas hal yang anda pelajari dan minimalkan terseret oleh subjektivitas satu pihak, katakanlah sudut pandang si penulis.
Anda perlu melakukan hal yang sama dengan artikel ini. Tanyakan berbagai pertanyaan yang ada di benak anda saat membaca artikel ini. Bahkan jika diperlukan berikan sanggahan anda atas artikel ini atau pada berbagai artikel lainnya di website ini. Karena website ini diorientasikan se-objektif mungkin, itulah sebabnya saya memfasilitasi objektivitas individu melalui media buku tamu atau mailing list.
4. Buat pola sederhana atas materi yang dipelajari.
Artikel pada majalah Scientific American Mind volume 17, No. 6, Venus in Response mengungkapkan bahwa persepsi individu mengenai kecantikan ternyata lebih ditentukan oleh kesederhanaan. Wajah yang sederhana dan tidak rumit ketika dipandang dianggap sebagai wajah yang cantik. Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang menerangkan bahwa pikiran lebih senang dengan kesederhanaan. Saya beranggapan hal ini salah satunya disebabkan oleh mekanisme kerja pikiran manusia yang tidak senang dengan kompleksitas.
Demikian juga dalam belajar kaitannya dengan pembelajaran. Sangat penting bagi anda untuk membuat pola di pikiran mengenai hal yang telah anda pelajari. Anda perlu membuat hal yang anda pelajari menjadi sederhana namun tidak menyederhanakan (bingungkan ?! ). Maksud saya adalah, dalam proses belajar anda perlu kemudian membentuk pola namun tidak terlalu mereduksi berbagai informasi yang penting. Jika anda melakukan hal ini maka kualitas pemahaman anda yang dikorbankan. Salah satu cara untuk membentuk pola atas hal yang dipelajari adalah dengan menggunakan peta pikiran (mind map). Dengan menggunakan mind map maka anda tidak hanya membentuk pola dengan melihat seluruh gambaran besar dari informasi yang anda pelajari, namun anda juga mengetahui hubungan antara masing-masing informasi tersebut. Sebagai tambahan, hal ini juga mempermudah anda dalam mengkomunikasikan hal yang anda pelajari kepada orang lain.
5. Tanya
Setelah mendapatkan pola dari materi yang anda pelajari maka tahapan selanjutnya adalah menanyakan kembali berbagai informasi yang telah anda pelajari kepada diri anda. Hal ini salah satunya ditujukan untuk mengaktifkan pikiran anda dan terus mengembangkan berbagai hal yang telah anda pelajari. Dengan bertanya anda mengindentifikasi berbagai hal yang mungkin belum anda kuasai mengenai materi yang anda kuasai. Tanyakan berbagai pertanyaan yang memancing untuk memperbesar medan pemahaman anda misalnya, "Bagaimana kalau begini/begitu?".
6. Kemukakan !
Setelah anda belajar mengenai sesuatu tentunya anda ingin mengetahui seberapa baiknya penguasaan anda. Asumsi saya anda belajar untuk memahami suatu materi dan bukan untuk orientasi yang lain, seperti sebatas menaikan nilai misalnya. Nilai merupakan konsekuensi logis atas pemahaman anda. Dengan demikian wajar sekiranya saya merasa aneh ketika mendengar atau melihat iklan berbagai institusi pendidikan yang berbunyi "menaikan nilai ujian dengan rata-rata sekian" atau "semua lulusan kami langsung kerja". Tidakkah hal itu terdengar seperti "pemrograman manusia"?. Mungkin memang benar sekarang jaman edan, semuanya serba terbalik .
Untuk mengetahui seberapa baiknya pemahaman, anda perlu menyatakan kembali berbagai hal yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan melakukan hal ini anda mengetahui sejauh mana dan sebaik apa penguasaan anda atas materi tersebut. Untuk melakukan hal ini anda dapat menerangkan ke orang lain. Namun sebelumnya perlu dijelaskan bahwa tujuan anda adalah untuk meningkatkan pemahaman anda atas materi tersebut dan bukan untuk mempertontonkan kecerdasan anda.
7. Uji kemampuan anda.
Langkah terakhir dari rangkaian tahapan berpikir kritis dalam belajar adalah menguji penguasaan. Serupa dengan tahapan sebelumnya, tahapan ini dilakukan salah satunya untuk mengetahui seberapa baiknya kemampuan anda atas materi yang dipelajari. Bedanya, tahapan ini sedikit lebih mendetil. Sedikitnya ada lima hal yang perlu dilakukan untuk menguji kemampuan anda, antara lain:
* Daftarkan
Termasuk di dalamnya memberikan label (nama), mengidentifikasi dan membuat daftar seputar materi yang dipelajari. Hal ini ditujukan untuk mendemonstrasikan berbagai hal yang telah anda pelajari. Dengan kata lain seberapa beragamnya hal yang telah anda kuasai.
* Definisikan
Termasuk di dalamnya memberikan penjelasan, merangkum dengan kata-kata sendiri dan berbagai cara lainnya. Utamanya dengan merangkum menggunakan kata-kata sendiri, anda mengetahui seberapa baiknya penguasaan anda atas materi tersebut. Selain itu dengan melakukan hal ini anda memadukan pula informasi terbaru dengan berbagai informasi yang telah anda ketahui sebelumnya.
* Pecahkan masalah.
Termasuk pula di dalamnya memberikan contoh berkenaan dengan materi yang anda pelajari. Dengan melakukan hal ini anda mengetahui pula aplikasi dari materi yang anda pelajari.
* Bandingkan dengan teori lain
Jika anda pernah mempelajari atau megetahui materi sejenis dari sumber yang berbeda maka anda dapat melakukan komparasi antara keduanya. Melakukan hal ini berarti anda melatih pula daya analisa.
* Ciptakan
Termasuk pula di dalamnya mengkombinasikan dan menemukan teori baru. Menciptakan teori bukan hanya hal para peneliti, anda pun dapat dan harus pula melakukannya. Kembangkan teori anda sendiri. Dengan demikian anda mengkristalkan pemahaman anda atas materi tersebut.
* Dan yang terakhir, buat rekomendasi anda
Serupa dengan langkah sebelumnya, namun langkah ini lebih ditujukan bagi orang lain. Menurut saya karakteristik cerdas adalah; mengetahui apa yang diinginkan, mengetahui di mana mendapatkan yang diinginkan dan dapat membuat orang lain mencapai seperti dirinya. Semantara anda membaca artikel ini, saya mengetahui pula bahwa anda adalah seorang yang cerdas sehingga tentuya anda dapat juga membantu orang lain untuk meraih pula berbagai pencapaian anda. Anda dapat melakukan hal ini salah satunya dengan memberikan rekomendasi atas materi yang bersangkutan. Beritahu the do's dan the don'ts untuk mempelajari materi tersebut.
Okehh (memang pakai "h" ) , demikianlah artikel kali ini mengenai metode cara mengembangkan pemikiran yang kritis dalam pembelajaran. Kembali lagi harapan saya semoga setelah anda membaca keseluruhan artikel kali ini, anda tidak melatihnya, melainkan hanya melakukannya saja dalam keseharian. Saya penasaran seberapa cepatnya seluruh kemampuan tersebut menyatu dengan diri anda, sekarang atau beberapa saat setelahnya.

CARA MEMAHAMI PEMIKIRAN FILSAFAT

Banyak keluhan dilayangkan pada pemikiran filsafat. Mengapa ? “filsafat itu sulit, rumit, mumet, tak jelas,”mungkin jawaban klise yang sering dituturkan. Benarkah filsafat “sesulit” anggapan umum orang ? bisa ya, bisa tidak. Namun, masuk dunia filsafat ibarat masuk sebuah rumah. Kita akan kesulitan masuk ke dalam rumah bila tak punya “kunci” pintu rumah itu. kecuali kalau kita seorang maling atau rampok. Nah, begitu pula masuk ke “rumah” filsafat. Ada kunci untuk “terlibat” dalam membaca perdebatan lalu lintas pikiran filsafati. Apakah “kunci pintu” rumah filsafat ? disini, saya akan memcoba mengusulkan beberapa tips : bagaimana membaca pikiran filsafat dengan menyimak buku-buku filsafat.

Pertama, harus disadari bahwa filsafat, sebagian besar, merupakan telor dari perenungan “eksistensial” seorang filosof. Oleh karenanya, ketika membaca suatu karya filsafat cobalah untuk “terlibat” dalam teks dan wacana yang disajikan. Kata “terlibat” berarti kita mentransposisikan diri kita menjadi “sang filosof.” Kita menjadi “sang filosof.” Disinilah arti penting kita tahu perjalanan hidup seorang filosof. Mungkinkah hal ini dilakukan ? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan mengemukakan contoh penonton sinetron. Penghayatan, keterlibatan penonton dalam suatu alur cerita sinetron mampu membuat ia menangis, tertawa, geram, marah dsb. Salah seorang teman, waktu di asrama, satu hari mampu melahap dua sampai tiga buku Wiro Sableng. “bagaimana kamu bisa membaca buku demikian banyak satu hari,” Tanya saya. “saya jadi Wiro Sableng” jawabnya. Jelas, membayangkan diri kita jadi seorang filosof bukanlah suatu yang mustahil. Kedua, mulailah mengarungi pikiran seorang filosof dari buku-buku sekunder, pengantar, ensiklopedi. Untuk mencari “alamat” pak Ari, di Jakarta, kita wajib tahu daerah Jakarta. Cara paling mudah yang bisa dilakukan adalah dengan melihat peta Jakarta. Masuk ke teks-teks filsafat persis seperti itu. kita akan tersesat, kehilangan konteks, yang berujung pada kebingungan, ketidakmengertian, kalau kita tak terampil dan piawai membaca “peta pemikiran.” Membuka tulisan pengantar pemikiran seorang filosof dapat membantu kita menemukan peta pikiran tersebut. Ketiga, tiap filsafat merupakan merupakan sebuah paket pikiran tentang pandangan seorang filosof. Filsafat tak berangkat dari titik nol, kosong. Ia berpijak pada suatu tesis sentral, organizing principle tertentu yang mengorkestrasi bangunan ide. Dari poros pemikiran, tesis sentral, organizing principle itulah seorang filosof menganak-pinakkan pemikirannya. Bagaimana mengetahui poros pemikiran tersebut? trik terbaik melacaknya adalah dengan bertanya. Yang paling pokok untuk dipertanyakan adalah : bagaimana sang filosof memandang dan mencitrakan realitas? Sebuah pertanyaan ontologis. Lalu, bagaimana realitas tersebut bisa dimengerti ? sebuah pertanyaan epistemologis. Bagaimana guna, manfaatnya pada kehidupan konkrit? Sebuah pertanyaan etis. Konstruksi tiga pilar filsafat inilah yang, dalam tradisi filsafat, menopang bangunan pemikiran filosof. Dan, diantara trias filsafat itu, isu ontologi selalu menjadi menu utama, head-line yang disajikan terlebih dahulu oleh seorang filosof. Sebagai tambahan, yang tak kalah pentingnya, cari dan catatlah istilah-istilah kunci yang kerap digunakan sebagai instrumen koordinatif ide dari sang filosof, seperti istilah atom dalam pemikiran Demokritos. Keempat, sempatkan waktu tuk merefleksikan, memikir ulang apa yang kita “tangkap” dari teks yang kita baca.

macam-macam karakter manusia

manusia adalah makhluk yang paling sempurna disisi tuhan, yang diberikan akal paikiran dan nafsu, menurut plato ada 3 struktur didalam tubuh manusia
1. pikiran
2. perasaan
3. nafsu
itulah yang menjadikan manusia sempurna yang membedakan baik dan buruk,,
karakter manusia itu ada 4 macam ,
1. API: orang yang seperti ini biasanya pemarah dan mudah tersinggung tapi dia mempunyai jiwa kepemimpinan, tapi jeleknya dia egois tapi dengan ke egoisannya dia di segani teman-temannya.
2. TANAH:orang seprti ini biasanya pendiam tapi mudah marah dan tersinggung, tapi kelebihannya dia cerdas dan mempunyai moral yang baik, tapi sulit untuk bergaul, senang kedamaian.
3.AIR: orang seperti inilah yang mempunyai solidaritas tinggi. yang selalu menerima apa adanya.
orang ini seperti air yang mudah diarahkan dan mudah bergaul, biasanya orang seperti ini mempunyai perhatian dan kasih sayang yang tinggi.tapi kalau sudah marah menakutkan.
4. ANGIN: biasanya orang seperti ini tdak mempunyai komitmen dan sering mengalami masalah, tapi juga cepat terselesaikan.
itulah mungkin empat macam karakter manusia yang sudah ada di indonesia ini,,, sebenarnya masih banyak karakter manusia menurut para ahli filosof dengan teori-toerinya, seperti plato dengan teori: bahwa psikis manusia itu di pengaruhi oleh lingkungan
karl mak: aku berfikir maka aku ada. dll
mungkin itu saja yang bisa saya simpulkan,,, bila ada kesalahan dalam penulisan dan bahasa maka saya mohon ma'af